Sejarah Pendidikan Indonesia Pra Kemerdekaan
Ajaran agama menjadi landasan pendidikan pada berbagai periode sejarah di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, pendidikan berpusat di padepokan dengan fokus pada ajaran keagamaan dan keterampilan seperti teologi, bahasa, sastra, ilmu sosial, serta ilmu pasti. Pendidikan dilakukan oleh kaum Brahmana, bersifat informal, dan diwariskan turun-temurun dalam sistem kasta. Pendidikan juga menekankan spiritualitas dan kehidupan sederhana bagi para murid di padepokan.
Pendidikan berbasis Islam mulai berkembang sejak abad ke-13 melalui peran saudagar Muslim dari Gujarat. Sistem pendidikan Islam meliputi pesantren, mushola/langgar, dan madrasah. Pesantren mengajarkan ilmu agama secara khusus dengan guru yang dihormati tanpa menerima gaji. Di madrasah, selain ilmu agama, diajarkan juga ilmu pengetahuan umum seperti astronomi dan pengobatan. Sistem pendidikan ini bertahan meski terjadi perubahan selama masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Pendidikan Katolik diperkenalkan oleh Portugis pada abad ke-16 bersamaan dengan penyebaran agama di Malaka. Namun, kekuatan Portugis di Indonesia tidak bertahan lama karena diusir oleh Belanda. Pendidikan Kristen Protestan kemudian berkembang di bawah VOC. Pada masa kolonial Belanda, pendidikan ditujukan untuk menghasilkan tenaga kerja cakap dalam administrasi dan gereja. Pendidikan berbahasa Belanda ini memunculkan golongan cerdik pandai yang kemudian mempelopori pergerakan nasional seperti Indische Partij dan PNI yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia lebih berfokus pada propaganda perang. Sekolah-sekolah dirombak untuk mendukung kebutuhan perang, dan banyak sekolah Belanda dihapus. Jepang juga memperkenalkan sekolah rakyat dan sekolah kejuruan untuk menyiapkan tenaga pendidik guna mempromosikan ideologi Jepang. Namun, pendidikan selama periode ini tetap mempertahankan ciri-ciri pendidikan lokal seperti semangat gotong royong dan disiplin kerja.
Sejarah Pendidikan Indonesia Pasca Kemerdekaan Hingga 2024
Pada Masa Kemerdekaan 1945–1966, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pendidikan menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Tokoh-tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan nasional yang merdeka dari sistem kolonial. Pada masa ini, kurikulum pendidikan disusun ulang dengan dasar Pancasila dan UUD 1945. Ki Hajar Dewantara juga merumuskan asas “Tut Wuri Handayani,” yang menjadi prinsip pendidikan nasional.
Pada awal kemerdekaan, tantangan pendidikan adalah keterbatasan infrastruktur dan tenaga pengajar. Pemerintah mulai mendirikan sekolah-sekolah di berbagai daerah untuk memperluas akses pendidikan. Pada masa ini, sistem pendidikan formal terdiri dari Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Lanjutan, dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu, berbagai universitas juga mulai didirikan, salah satunya Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1949.
Pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto antara tahun 1966-1998, pendidikan menjadi bagian dari program pembangunan nasional yang lebih terstruktur. Pada periode ini, pendidikan dasar mendapat perhatian khusus dengan peluncuran program Sekolah Dasar (SD) Inpres. Program ini dirancang untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak di pedesaan dan daerah terpencil dengan membangun ribuan sekolah dasar dan mengangkat guru-guru baru.
Pemerintah juga mengembangkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang salah satunya fokus pada pendidikan. Pada Repelita II, dibangun lebih banyak sekolah, diadakan pelatihan guru, dan buku pelajaran dibagikan secara gratis. Selain itu, sistem pendidikan kejuruan juga diperkuat untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil.
Dalam bidang kurikulum, pada tahun 1975, pemerintah memperkenalkan Kurikulum 1975 yang berorientasi pada pencapaian tujuan belajar yang terukur. Pada akhir masa Orde Baru, Kurikulum 1994 diterapkan dengan menekankan pada pendekatan yang lebih komprehensif, meskipun menuai kritik karena dianggap terlalu berat bagi siswa.
Setelah reformasi pada tahun 1998, pendidikan Indonesia mengalami berbagai perubahan. Pemerintah berupaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan meluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2002, yang kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kondisi lokal.
Pada masa ini, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan, memberikan landasan hukum untuk membangun pendidikan nasional yang lebih demokratis dan inklusif. Pemerintah juga meluncurkan program wajib belajar 9 tahun, yang memperluas akses pendidikan dasar bagi semua anak di Indonesia.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dikeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menekankan pentingnya profesionalisme guru dan dosen serta memberikan mereka sertifikasi sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Kurikulum 2013 mulai diterapkan secara menyeluruh. Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran tematik integratif, pendekatan saintifik, penguatan pendidikan karakter, dan keterampilan abad ke-21. Kurikulum ini berfokus pada pengembangan kompetensi siswa dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam era globalisasi.
Pemerintah juga memperkuat program pendidikan vokasi melalui revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk menyiapkan lulusan yang siap bekerja di industri. Selain itu, program “Indonesia Pintar” diluncurkan untuk memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa dari keluarga tidak mampu agar mereka dapat melanjutkan pendidikan.
Pada masa pandemi COVID-19 (2020), pendidikan Indonesia menghadapi tantangan besar dengan pembelajaran daring yang diterapkan secara luas. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berupaya menyediakan akses teknologi dan platform pembelajaran daring seperti “Belajar dari Rumah” dan “Rumah Belajar” untuk mendukung proses belajar mengajar dari rumah.
Menjelang 2024, pemerintah berfokus pada pemulihan pendidikan pasca-pandemi dengan program Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Merdeka Belajar memberikan fleksibilitas bagi guru dan sekolah dalam mengatur proses pembelajaran serta penilaian siswa. Asesmen Nasional juga diperkenalkan untuk menggantikan Ujian Nasional, dengan fokus pada literasi, numerasi, dan survei karakter.
Pendidikan berbasis teknologi dan digital semakin diperkuat dengan program transformasi digital, terutama dengan memperluas akses internet di daerah terpencil dan menyediakan perangkat belajar. Fokus pendidikan pada tahun-tahun ini juga diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan guru dan pengembangan kurikulum yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman.
Melalui kebijakan Merdeka Belajar, pemerintah juga mendorong pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi, yang diintegrasikan dalam seluruh jenjang pendidikan. Tujuannya adalah menciptakan generasi Indonesia yang siap menghadapi tantangan global di masa depan, dengan pendidikan yang lebih inklusif, merata, dan berkeadilan.
Daftar Rujukan
Dalyono, Bambang; Lestariningsih, Enny Dwi. 2017. Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah. Zulhijrah, Zulhijrah; Pratama, Irja Putra. 2019. Reformasi Pendidikan Islam Di Indonesia.
Abdullah, Anzar. 2007. Kurikulum Pendidikan di Indonesia sepanjang sejarah (Suatu tinjauan kritis filosofis).
Anam, Saeful. 2017. Karakteristik Dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah Pesantren, Surau dan Meunasah di Indonesia.
Fadjrin, Subhan. 2013. Makalah Sejarah Pendidikan di Indonesia: Pentatonix.
(http://subhanfadjrin.blogspot.com) diakses pada tanggal 22 November 2024, pukul 15.50 WIB
(https://www.kompasiana.com) diakses pada tanggal 22 Oktober 2024, pukul 16.00 WIB
(https://widuri.raharja.info/index.php) diakses pada tanggal 22 Oktober 2024, pukul 16.10 WIB
(https://kompasiana.com) pada tanggal 22 Oktober 2024, pukul 16.20 WIB